Seni Sastra Puisi Masih Terpinggirkan

TEMANGGUNG— Balai Bahasa Jawa Tengah, selama tiga hari, sejak Senin-Rabu (28-30), menggelar kegiatan Bengkel Sastra bagi Guru Bahasa Indonesia SMP dan MTs se-Kabupaten Temanggung. Kegiatan tersebut bertujuan mengembangkan kreativitas bersastra dan aktivitas penulisan kreatif bagi para siswa SMP.
Koordinator Pembinaan Bahasa Balai Bahasa Jawa Tengah Agus Sudono melaporkan, kegiatan ini diikuti 60 guru SMP dan MTs pengampu mata pelajaran (mapel) bahasa Indonesia. ”Dengan pelatihan ini, guru bisa lebih apresiatif terhadap sastra maupun dunia tulis-menulis yang kurang begitu mendapat perhatian di kalangan guru,” kata Agus di sela acara, kemarin, di aula SMPN 2 Temanggung.
Menurut Agus, pihaknya memberikan pelatihan kepada guru bahasa Indonesia di Jawa Tengah. “Kita road show (keliling) ke kabupataen/kota di Jawa Tengah,” kata alumnus Fakultas Sastra Undip, itu. Sebelumnya, Balai Bahasa juga menggelar kegiatan serupa di Klaten, Kendal, dan Kota lainya.
Masih menurut Agus, selama tiga hari, guru-guru bahasa Indonesia di Temanggung digembleng sejumlah sastrawan ternama. Di antaranya; Budi Maryono (sastrawan Semarang), juga sastrawan lokal seperti; Soekoso DM (Purworejo) dan Titi Roso Sarkoro (Temanggung).
Sastrawan Semarang, Budi Maryono, menuturkan, untuk menghasilkan sebuah karya sastra, maka harus banyak membaca. Baca apa saja. Mulai buku bacaan umum, buku-buku sastra, koran, majalah, blog, dan sebagainya. “Semuanya bisa bisa menjadi sumber referensi kita,” ucapnya.
Sastrawan yang telah menelorkan puluhan buku sastra itu membeber, ide dalam menulis karya sastra, bisa muncul dari mana saja. Bisa dari pribadi, pengalaman, juga bisa dari orang lain. “Tayangan televisi, film/bioskop, pertunjukan musik dan teater bisa menjadi bahan kita untuk melahirkan karya sastra.”
Narasumber lain, Soekono DM menjelaskan tentang karya sastra puisi. Menurut dia, dalam puisi, setidaknya mengandung empat hal. Di antaranya; tema (sense), rasa (feeling), nada (tone) dan tujuan (intention). Kata dia, teknik menciptakan puisi, harus membaca, mengamati, dan menginterpretasi. “Angkatlah tema dari kehidupan sehari-hari kita. Pilih yang paling gampang (mudah). Biasanya bagi para pemula cenderung memilih tema-tema cinta (dalam arti luas). Silahkan mencoba, jangan takut salah dan gagal.”
Sementara itu, Roso Titi Sarkoro mengaku prihatin. Selama ini minat masyarakat terhadap seni pembacaan puisi, masih sangat terbatas. Jangankan masyarakat umum (awam), di institusi pendidikan—baik sekolah maupun kampus— keberadaan sastra masih terkesan terpinggirkan. Melihat realitas yang ada, tutur Titi, “Maka benteng terakhir untuk pengembangan dan pembinaan sastra adalah para guru bahasa Indonesia.” (san/isk)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar