PENGUMUMAN HASIL KURASI ANTOLOGI PUISI PROGO 7 - KSS3G Temanggung
Keluarga Studi Sastra 3 Gunung

Breaking

Home Top Ad

Selamat Datang di KSS3G Temanggung

Senin, 28 Februari 2022

PENGUMUMAN HASIL KURASI ANTOLOGI PUISI PROGO 7

PENGUMUMAN HASIL KURASI ANTOLOGI PUISI PROGO 7 (2022)



Menulis puisi sesungguhnya memang berangkat dari tema meski tema adalah sesuatu yang abstrak. Tersebab abstrak maka penyair dituntut mengembangkan atau menguraikannya ke dalam bait-bait puisi. Begitu pula dalam antologi puisi Progo 7 yang digagas Keluarga Studi Sastra 3 Gunung (KSS3G), yakni mengangkat tema tertentu seputar kearifan lokal Temanggung. Hal ini merupakan sebuah tawaran yang menarik dan tantangan tersendiri.


Keberagaman dan kekayaan budaya Temanggung dicoba direpresentasikan  atau direkonstruksi dalam karya puisi oleh para penyairnya. Warisan budaya pada umumnya dapat digolongkan atas yang tangible (benda yang dapat disentuh) dan yang intangible (takbenda) tak dapat dipegang. Keseluruhan dihadirkan dalam puisi-puisi sebagai kekayaan budaya yang kita miliki dan warisi. Tentu diperlukan observasi dan pendalaman terhadap keberagaman dan kekayaan budaya tersebut sehingga melahirkan puisi yang kuat dan tidak sekadar mengolah sumber dari Google saja sehingga melahirkan puisi yang sekadar “berindah-indah” tanpa kedalaman isi.


Temanggung memiliki riwayat sejarah yang sangat panjang. Sejarah Temanggung selalu dikaitkan dengan raja Mataram Kuno yang bernama Rakai Pikatan. Nama "Pikatan" sendiri dipakai untuk menyebutkan suatu wilayah yang berada pada sumber mata air di Desa Mudal, Kecamatan Temanggung. Di sini terdapat peninggalan berupa reruntuhan batu-bebatuan kuno yang diyakini petilasan raja Rakai Pikatan. 


Hal itu sekadar merujuk sangat berlimpah kekayaan budaya dan alam di Temanggung yang dapat dijadikan objek dalam penulisan puisi. Sebanyak 109 penulis puisi dari berbagai daerah di Indonesia bahkan dari Swiss dan Amsterdam telah mencoba menuangkannya dalam 225 judul puisi yang diterima oleh kurator. Kurator menerima puisi yang telah dihilangkan nama penulisnya atau tidak mengetahui identitas penulisnya untuk menjaga objektivitasnya meski puisi bersifat subjektif. Penilaian puisi dengan mempertimbangkan dari segi kesesuaian dengan tema; gagasan/ide; keselarasan antarbait; penggunaan diksi dan gaya bahasa serta karakteristik/orisinalitasnya.


Beberapa catatan kurator “lokal” dari Temanggung menegaskan bahwa menulis puisi tematik berupa kearifan lokal suatu daerah, memang perlu riset secara cermat. Banyak penyair terjebak keliru tafsir. Sekadar contoh kasus “srinthil” mestinya ada pada tembakau Temanggung yang berkualitas super. Tetapi ada yang menyebutnya “kopi srinthil”. Candi Pringapus, berlokasi di Desa Pringapus, Kecamatan Ngadirejo, bukan di Desa Pringsurat.


Jembatan Kali Progo yang dimaksud masuk kearifan lokal Temanggung, adalah jembatan yang berlokasi di Kranggan Temanggung, bukan yang di Kulonprogo, DIY. Kebun teh Tambi, meski di kaki Gunung Sindoro, tetapi termasuk wilayah Wonosobo. Apalagi dataran tinggi Dieng, sudah jauh dari Temanggung. Penguasaan geografis terhadap suatu daerah harus dipahami oleh penulis puisi.


Tentang teknik penulisan memang tidak bisa dipungkiri, puisi-puisi yang lolos kurasi ternyata tidak terlepas dari kematangan proses kreatif penyair dan “jam terbang” masing-masing. Terlihat setelah hasil kurasi diserahkan panitia dan diketahui siapa penyairnya. Puisi-puisi yang lolos kurasi masih didominasi penyair-penyair yang telah lama menulis puisi atau katakanlah senior. Walau tidak semua penyair “sepuh” puisinya lolos. Sebaliknya, tidak sedikit penyair-penyair pendatang baru yang lolos kurasi. 


Sebagai salah seorang kurator yang sangat memahami Jawa Tengah mengemukakan, puisi merupakan seni berbahasa yang memanfaatkan berbagai majas untuk menuangkan gagasan berupa imajinasi hasil dari pendalaman setelah mengendapkan berbagai peristiwa atau pergulatan batin. Puisi bukanlah kalimat biasa yang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Bukan pula akrobat kata yang mengabaikan konstruksi gagasan. Puisi haruslah kuat dalam hal bentuk, susunan, tekstur, dan warna. Sehingga ketika dibaca, akan merangsang pembacanya untuk menghayati dan memahami pesan yang disampaikan oleh penyairnya. 


Dalam hal puisi tematik, ada beberapa "kecelakaan" yang sering dilakukan oleh para penulis puisi, antara lain belum tuntas melakukan riset terhadap topik yang hendak diangkat, kurangnya fokus terhadap salah satu sudut pandang, sudah melakukan riset tapi hasil tulisannya lebih mirip reportase atau penulisan ulang sejarah, bahkan -parahnya- kadang mirip iklan pariwisata. Padahal, formulasi sederhananya menulis puisi tematik hanyalah menuangkan hasil riset dengan melibatkan aspek-aspek sastrawi dengan pengungkapan yang kuat dan berkarakteristik.


Dengan mempertimbangkan catatan di atas, maka kurator memutuskan puisi-puisi yang lolos kurasi dan disusun berdasarkan nomor puisi yang diterima kurator sebagai berikut:


  1. 03, “Makrifat Bening Gunung Sumbing”, Amir Machmud NS (Jawa Tengah)
  2. 08, “Petuah Sadranan Gunung Sindoro”, Sultan Musa (Samarinda, Kaltim)
  3. 12, “Kali Progo dan Hujan”, Ngadi Nugroho (Jawa Tengah)
  4. 16, “Air Suci Jumprit”, Zaidatul Arifah (Jawa Tengah)
  5. 18, “Syura di Tuk”, Zaidatul Arifah (Jawa Tengah)
  6. 22, “Menapak Jejak Temanggung”, Edi S. Febri (Jawa Tengah)
  7. 23, “Merti Bumi Phala”, Gustin Tjindarwasih (Jawa Tengah)
  8. 25, “Munjung Tuan Gunung Merti Sindoro”, Mukti Sutarman Espe (Jawa Tengah)
  9. 29, “Menyapa Temanggung dalam Lembar Daun Tembakau”, Agus Takariyanto (Jawa Timur)
  10. 32, “Senja di Kledung”, Tri Astoto Kodarie  (Sulawesi Selatan)
  11. 33, “Secangkir Kopi di Gemawang”, Tri Astoto Kodarie (Sulawesi Selatan)
  12. 37, “Terlindung Dua Gunung”, Khusnul Karohmah (Jawa Tengah)
  13. 39, “Menggoro Jemuwah Pahingan”, Nur Komar (Jawa Tengah)
  14. 48, “Gunung Sumbing”, Agoes Andika (Bali)
  15. 49, “Curug Titang”, Agoes Andika (Bali)
  16. 50, “Liyangan Riwayatmu Dulu”, Aloeth Pathi (Jawa Tengah)
  17. 63, “Pringapus Ngadirejo”, Mimi Marvill (Jawa Tengah)
  18. 64, “Situs Liyangan”, Mimi Marvill (Jawa Tengah)
  19. 68, “Melukis Pelangi di Curug Lawe”, Ngakan Made Kasub Sidan (Bali)
  20. 69, “Semusim”, Kidung Purnama (Jawa Barat)
  21. 77, “Merti Gunung di Sewatu”, Yuliani Kumudaswari (Jawa Tengah)
  22. 82, “Putra Rimba”, Soimatul Khomisah (Jawa Tengah)
  23. 83, “Wasiat Agung di Ladang Harapan”, Yusron Supomo (Jawa Tengah)
  24. 90, “Posong”, Asmariah (Yogyakarta)
  25. 92, “Mata Zaman Menatap Lereng Liyangan”, Soekoso DM (Jawa Tengah)
  26. 94, “Senja dan Srinthil”, St. Fatimah (Jawa Timur)
  27. 95, “Pesona Temanggung”, Bunda Swanti (Rokan Hilir, Riau)
  28. 99, “Di Harum Tembakau Ada Temanggung Memukau", Rezqi M. A Atmanegara (Kalsel)
  29. 100, “Temanggung: Hikayat Debu di Kaki Jaran Kepang”, Rezqi M. A Atmanegara (Kalsel)
  30. 108, “Progo”, Linda Lidiasari (Jawa Tengah)
  31. 109, “Tugu Jam”, Mohammad Iskandar (Jawa Tengah)
  32. 110, “Liyangan”, Mohammad Iskandar (Jawa Tengah)
  33. 112, “Jantung Temanggung”, Ustadji Pantja Wibiarsa (Jawa Tengah)
  34. 113, “Bambu Runcing Cintai Kiai Subchi”, Mulyadi J Amalik (Jawa Timur)
  35. 115, “Gairah Cinta Sindoro Sumbing", Kurnia Effendi (Jakarta)
  36. 116, “Anjung Peranginan”, Kurnia Effendi (Jakarta)
  37. 127, “Rakai Pikatan”, Khailani Khumairoh (Temanggung, Jateng)
  38. 129, “Kirab Lelakon – Wiwit Mbako”, Mohammad Fathan Farihi (Jawa Timur)
  39. 135, “Sadranan Gunung Sindoro”, Roy Frans S (Jakarta)
  40. 148, “Kembali”, Ika Permata Hati  (Temanggung, Jateng)
  41. 149, “Pucuk Pinus Berbisik di Jumprit”, Ika Permata Hati (Temanggung, Jateng)
  42. 150, "Boyong Menoreh”, Ika Permata Hati (Temanggung, Jateng)
  43. 153, “Umbul Jumprit”, Adri Darmadji Woko (Jawa Barat)
  44. 156, “Srinthil”, Reyhan M Abdurrohman (Jawa Tengah)
  45. 168, “Meruwat Rawat Ingatan: Mengulik Umbul Jumprit”, Nok Ir (Madura)
  46. 170, “Tembakau Srinthil, Khristi Rachma Puspita (Jawa Timur)
  47. 180, “Membaca Sindoro dan Robusta di Mata Kekasih”, Wardatuz Zahroh (Jawa Timur)
  48. 186, “Wiwit Mbako Merti Bhumi Phala”, Riami (Jawa Timur)
  49. 188, “Ziarah ke Selis Badran”, Asro al Murthawy (Jambi)
  50. 200, “Tuk Budoyo”, Heri CS (Jawa Tengah)
  51. 204, “Kopi Lanang Kaloran”, Yanar Ardi (Temanggung, Jawa Tengah)
  52. 211, “Segelas Kopi di Taman Gumuk Lintang”, Nora Septi Arini (Yogyakarta)
  53. 216, “Catatan Kecil Ihwal Eksekusi”, Sholikhin (Kalimantan Barat)


Ditetapkan di Temanggung, 27 Februari 2022

Kurator:

  1. Bambang Widiatmoko
  2. Joshua Igho
  3. Roso Titi Sarkoro

3 komentar:

  1. Bila ada koreksi judul atau nama penyair, silakan hubungi kami sebelum buku dicetak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih saya ucapkan kepada panitia antologi Progo 7. Puisi saya terpilih di nomor urut 34.113, “Bambu Runcing Cintai Kiai Subchi”. Untuk judul puisi ini ada koreksi, yaitu pada kata CINTAI yang seharusnya CINTA. Jadi, "Bambu Runcing CINTA Kiai Subchi". Sementara untuk penulisan nama saya betul: Mulyadi J. Amalik. Salam

      Hapus
  2. terima kasih informasinya.
    Salam Sastra dari Ciamis

    BalasHapus

test banner
SALAM SASTRA

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here