Tanggal 23 Mei 2015 adalah batas hibernasi bagi aktivitas sastra Temanggung yang telah aktif di era 90-an. Kala itu, delapan tahun lalu, menjadi titi mangsa bangkitnya sastra di Kabupaten Temanggung. Kaum-kaum muda mulai bergiat dan bergeliat bersama. Dari beberapa pertemuan, disepakatilah sebuah sematan: KSS3G (Keluarga Studi Sastra Tiga Gunung) Temanggung; berdasar dari Sumbing, Sindoro, dan Prau, tiga gunung yang memiliki arti penting bagi kehidupan masyarakat, sejalan dengan tujuan dibentuknya organisasi komunitas ini.
Para seniman-sastrawan senior telah berkiprah di era 90-an hingga lahirlah antologi puisi 'Progo 1' (1993) dan 'Progo 2' (1998). Awal 2015, kaum muda bergerak maju. Didukung 'angkatan tua' dan banyak pihak, hingga kini mereka berhasil melanjutkan seri 'Progo 3' (2015), 'Progo 4' (2017), 'Progo 5' (2018), 'Progo 6 (2020), dan 'Progo 7' (2022).
Oh, tiada terkira, kini sudah sewindu. Sampailah kita pada tahapan atau siklus kehidupan yang cukup membuat kita belajar bijaksana. Bersastra bersama, ramai rasanya. Selama sewindu ada bahagia juga sendu; ada cemas juga lucu; ada sempat juga sempit; ada-ada saja; ada apa saja; apa saja ada; dan lainnya. Ternyata begitulah yang namanya keluarga; Keluarga Studi Sastra Tiga Gunung Temanggung.
Merayakan SEWINDU BERSASTRA BERSAMA, KSS3G Temanggung mencoba menjauh dari kata 'jemu'. Mengetengahkan musikalisasi puisi adalah salah satu cara mengakrabi karya sastra sehingga tidak terkesan itu-itu saja. Juga penampilan lainnya yang akan menghangatkan perayaan yang rencananya dihelat pada Minggu, 28 Mei 2023 nanti. Hadirlah, lengkapi kesan dan bahagia bersama.
Dirgahayu, KSS3G Temanggung.
Semoga selalu sehat, bahagia, dan bersastra.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar