Rimanews - Buku Antologi Puisi Progo 3 karya para penyair di Temanggung, Jawa Tengah, yang diluncurkan di Pendopo Pengayoman, Sabtu, mengangkat tema tentang kondisi alam di daerah itu.
Antopologi Puisi Progo 3 yang memuat karya 38 penyair tersebut mengangkat puisi tentang hasil pertanian di Temanggung, antara lain kopi dan tembakau, kemudian juga potensi alam Temanggung, seperti Gunung Sindoro-Sumbing, Liyangan, dan Posong.
Ketua Panitia Peluncuran "Antopologi Puisi Progo 3" yang juga Ketua Keluarga Studi Sastra Tiga Gunung Roso Titi Sarkoro mengatakan bahwa antologi puisi ini merupakan episode ketiga setelah Progo 1 dan Progo 2 yang diterbitkan oleh komunitas Wahana Dialog Seniman Temanggung (Wadista) yang berdiri 1993.
Titi Sarkoro menuturkan bahwa Keluarga Studi Sastra Tiga Gunung merupakan alih nama dari Wadista atas kesepahaman bersama demi aktualitas dan aptuditas komunitas.
Ia menyebutkan dari sekitar 200 puisi yang dimuat dalam Progo 3, bertema alam dan berbagai dimensi kehidupan masyarakat Temanggung.
"Tiga gunung, yakni Sumbing, Sindoro, dan Perahu, serta aliran Kali Progo yang menjadi ikon Kabupaten Temanggung menjadi inspirasi sejumlah penyair Progo 3," katanya.
Usai meresmikan peluncuran buku Antologi Puisi Progo 3, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Temanggung Darmadi berharap kegiatan tersebut dapat menjadi virus baik perkembangan sastra di Temanggung.
"Mudah-mudahan dengan kegiatan ini bisa menyuburkan sastra di sekolah. Diakui atau tidak sastra merupakan bagian manusia atau kebudayaan itu sendiri," katanya.
Dad Murniah Nia Samsihono dari Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Kemendikbud dalam sesi bedah buku Antologi Puisi Progo 3 menyambut baik terbitnya buku tersebut karena ada kegiatan di Temanggung dari sisi budaya yang bisa dibaca oleh masyarakat Indonesia.
"Bagus sekali jika kumpulan puisi ini dibagikan ke sekolah-sekolah sehingga anak-anak SMP dan SMA baca puisi karya penyair daerah ini," katanya.
Ia mengkririsi rata-rata penyair dalam buku tersebut menulis tentang Temanggung, memuat kearifan lokal, tetapi puisi itu belum menampilkan secara lokal, baru semacam tempelan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar